Senin, 04 Oktober 2010

Lagu Banci yang Kau Benci

Waktu melenggang begitu saja, mengibas pada rentetan kebersamaanku denganmu. Sedikitpun ia tak sisakan pikiran untuk sekadar mengenang sisa wangi tubuhmu pada malam yang aku lewati sendiri. Maka, ketika rinduku padamu tak lagi temukan hulunya, aku mengais pada kenangan yang pertemukanku denganmu dalam duniaku sendiri; Satu-satunya dunia yang aku miliki tanpa seorangpun sanggup tinggali. Pun kamu.

Dan aku temukan: Lagu-lagu melankolis itu, lagu banci yang kamu benci . Warna gelap-terang yang kau sukai itu, warna jiwamu. Minuman kesukaanmu dengan bulir embun dingin di gelasnya, terteguk bibir indahmu. Tulisan tentang kerinduanmu nan puitis kepadaku, siratkan ketakutanmu akan pergiku. Masih banyak lagi…

Semua itu kembalikanmu kepadaku. Pada pelukanku yang tak pernah ingin melepasnya dan membiarkanmu berlalu.

Aku hanya rindu, jika itu yang ingin kamu tahu.



Di sepi masih saja namamu yang lenakanku pada buaian mimpi. Entah kenapa. Sepertinya ini kesengajaan yang kamu lakukan untuk tetap hidupkan lentera kecil yang nyalanya justru pernah ingin kau padamkan. Mungkin juga ini keburuksangkaanku kepadamu yang tak lagi inginkan aku kitari kiri kananmu.

Aku sadar bahwa tidak berbekas lagi semua rindu yang sempat tumpah melimpah. Seperti jejak kaki di pasir yang samar dan hilang ditelan tak lebih dari 2 sapuan ombak. Begitu mudahkah semua itu, sementara aku sibuk menata hati, membaris pikiran dengan sejuta usaha yang buatku –terlihat– tegar demi satu romantisme? Konyol!
Tapi bisa apa aku?


Sempat berasa sakit di ulu hati didera cerita bengis yang tersaji

…Now she’s gone
She didn’t even say goodbye
I guess she didn’t have the heart to try
She didn’t even have the guts to lie
Father time
Only you can turn the page
And close the curtain on this empty stage
Only you can take my pain away…

Hanya kamu!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar